Wednesday 28 December 2016

POLA SERTIFIKASI ANTARA PLPG DAN PPG

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kamaruddin Amin mengatakan, guru-guru baru yang belum mengajar tidak lagi ikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG), tetapi semua wajib mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) Pra Jabatan.
"Saya rencanakan tahun 2017 sudah mulai jadi untuk untuk guru agama, kita mulai pelaksanaan dulu di fakultas untuk calon-calon guru. Untuk guru-guru yang sudah pernah mengajar itu mengikuti PLPG," kata Kamaruddin saat memberikan arahan dan membuka acara Koordinasi Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Madrasah di Bogor, Jumat (30/9). Kegiatan ini akan berlangsung hingga tanggal 2 Oktober 2016.
Menurutnya, untuk diketahui, ke depan yang menjadi guru itu tidak hanya lulusan tarbiyah, tetapi juga dari fakultas-fakultas non tarbiyah, tetapi lulusan Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Adab itu juga bisa menjadi guru. Tetapi harus mengikuti PPG dulu harus mengikuti training di tarbiyah.
"Jadi tarbiyah tidak perlu juga merasa kaplingnya diambil, tetapi seluruh fakultas mengikuti pelatihan intensif PPG sekitar 6 bulan sampai setahun untuk bisa mendapatkan ilmu pedagogik di tarbiyah, tetapi kontennya fakultas-fakultas lain," ucap Dirjen.
Dirjen juga mengatakan, Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2016 ini tidak hanya guru umum saja, guru agama juga harus mendapatkan sertifikasi tahun ini.
"Kita lihat dan secepatnya kita putuskan berapa kuota berapa guru umum, berapa guru agama," kata Kamaruddin Amin,
"Kita akan berkoordinasi dengan kementerian terkait akan hal ini," imbuhnya.
Kamaruddin Amin mengatakan, kita ada rencana melakukan reformasi LPTK. Menurutnya, ini juga penting untuk diketahui. Rencana desain LPTK yang sedang kita desain itu adalah nanti kita akan melaksanakan PLPG.
"Jadi PLPG ini untuk menyelesaikan kewajiban-kewajiban kita ini," jelas Dirjen.
Diceritakan Dirjen, saat dirinya melakukan kunjungan ke negara negara Skandinavia beberapa waktu lalu, ternyata di Denmark, Finlandia, dan Norwegia, yang namanya guru itu mempunyai dua keahlian yang berimbang antara pengetahuan tentang materinya dengan pengetahuan pedagoginya, dan itu dibuktikan dengan sertifikat dan pelatihan-pelatihan yang intensif.
"Nah ini yang menjadi kelemahan mendasar, guru-guru kita yang berada di Madrasah itu khusunya guru-guru agamakita itu, penguasaan kontennya, penguasaan materinya itu lemah sekali. Karena di tarbiyah itu diseluruh Indonesia design kurikulumnya lebih pada pedagogignya tetapi penguasaan materinya lemah," ucap Dirjen.
Ditambahkannya, selama ini desain fakultas tarbiyah itu memang lebih pada pedagogignya, tidak pada kontennya. Padahal untuk menjadi guru itu harus menguasai materi juga, harus menguasai ilmunya, kalau hanya menguasai pedagoginya tidak bisa mentranfer ilmunya secara maksimal.
"Jadi kedua duanya harus seimbang, antara kompetensi pedagogig dengan penguasaan materi itu harus seimbang dan itu harus disempurnakan melalui PPG yang akan dilaksanakan pada saat yang akan datang," tambahnya.
Menurut Dirjen, untuk fakultas tarbiyah misalnya, yang pedagoginya kuat itu harus ditambah materi pelajaarannya, dan kurikulum tarbiyah akan kita rubah. Kita akan lakukan review kurikulum secara fundamental untuk mencetak guru yang menguasai atau kapasitas bidang materi dan juga pedagogig.
Selanjutnya, terang Dirjen, Fakultas Tarbiyah nanti, mahasiswa-mahasiswanya tidak seperti sekarang, sarjana pendidikan langsung bisa menjadi guru, tetapi mereka mengikuti pelatihan lagi yang kemudian ketika diwisuda langsung sudah mempunyai sertifikat pendidik.
"Jadi sama dengan dokter, kalau dokter itu nanti mencetak sarjana kedokteran kemudian mengikuti koas lagi untuk bisa menjadi dokter, jadi dokter itu profesi, sama dengan guru, guru itu juga profesi," ucap Dirjen.

Guru PAI Semakin Berkurang

Guru PAI Semakin Berkurang
Kementerian Agama (Kemenag) mendata, saat ini terjadi kekurangan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebanyak 37.600 orang. Urusan rekrutmen menjadi akar masalahnya.
Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Kamarudin Amin mengatakan, saat ini rata-rata jumlah guru PAI hanya satu orang per sekolah.
“Jadi otomatis kekurangan guru PAI itu juga bisa dibaca di 37.600 unit sekolah,” katanya di Jakarta kemarin. Menurutnya kekurangan itu sangat besar dan harus segera diatasi.
Bagi sejumlah daerah, keberadaan guru PAI masih belum menjadi prioritas. Jumlah alokasi guru PAI yang baru, tidak sebanding dengan jumlah yang pensiun.
Kamaruddin menjelaskan mata pelajaran PAI tidak bisa dipandang sebelah mata. “Guru PAI tidak bisi diisi guru mata pelajaran lain,” katanya.
Sebagai solusinya Kamaruddin berharap rekrutmen atau pengadaan guru PAI di sekolah tidak ditangani oleh pemda. Tetapi dipasrahkan ke Kemenag. Sehingga statusnya menjadi guru PNS Kemenag. Melalui cara ini, Kamaruddin optimis kekurangan guru PAI di sekolah bisa segera ditutup.
Menurut data Kemenag, kekurangan guru PAI paling banyak ada di Jawa Tengah dengan jumlah kekurangan 6.601 orang. Dengan perincian di SD kurang 5.116 orang, SMP (994 orang), SMA (274 orang), dan SMK (217 orang).
Setelah di Jawa Tengah, kekurangan yang besar berikutnya ada di Jawa Barat sebanyak 6.240 orang. Sementara kekurangan guru PAI di Jawa Timur tercatat 4.491 orang.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengatakan, bagaimanapun skenarionya kekurangan guru PAI harus segera ditangani, dan keberadaan guru PAI tidak bisa diremehkan.
“Entah itu melalui perubahan pola rekruitmen atau ada cara lainnya,” katanya.

Menteri Agama Minta Pengangkatan Guru Agama Jadi Kewenangan Kemenag

Menteri Agama Minta Pengangkatan Guru Agama Jadi Kewenangan Kemenag
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta agar kewenangan pengangkatan guru agama di sekolah (GPAI) ke depan menjadi kewenangan Kementerian Agama. Hal ini disampaikan Menteri Agama menanggapi berlarut-larutnya penanganan pembayaran tunjangan profesi guru agama.
Menurutnya, permasalahan itu berakar dari kewenangan pengangkatan guru agama yang belum menyatu. Selama ini, sebagian GPAI diangkat oleh Kemendikbud, Pemda, dan ada juga dari Kementerian Agama.
“Harusnya kewenangan pengangkatan guru agama ada di satu pintu,” terang Lukman di sela-sela kunjungan kerja ke Sulawesi Selatan, Jumat (11/11).
Lukman meminta jajarannya segera membenahi regulasi pengangkatan guru agama agar Kemenag punya kewenangan penuh mengangkat guru dan membayar tunjangannya. “Selama akar masalahnya tidak ditemukan, selama itu pula permasalahan guru agama tidak pernah tuntas. Bedah akar masalahnya. Libatkan para pakar yang kompeten dan instansi terkait,” pintanya.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kamaruddin Amin ketika dimintai konfirmasi membenarkan bahwa berlarutnya pembayaran tunjangan profesi guru agama selama ini karena kewenangan rekruitmen guru agama dan kewajiban pembayaran tunjangan profesinya berbeda instansi.
“Guru agama yang diangkat oleh Pemda harus dibayarkan tunjangan profesinya oleh Kementerian Agama. Padahal kami tidak tahu bagaimana dan berapa guru yang diangkat. Tetapi setelah guru memenuhi syarat, tunjangan profesinya kami yang harus menyediakan anggarannya,” paparnya.
Kamaruddin menyatakan sudah meminta Direktur PAI mengambil langkah-langkah cepat untuk menyelesaikan masalah guru agama ini. Dia juga sudah melakukan komunikasi intens dengan Kemenkeu dan Kemendikbud untuk menyelesaikan masalah ini.
“Kami sudah lakukan percepatan. Insya Allah dalam waktu dekat tunjangan profesi guru agama yang tertunggak tahun sebelumnya bisa terbayarkan,”pungkasnya.